- May 7, 2025
Met Gala 2025: Ketika Mode Jadi Ruang Perlawanan Kulit Hitam

Setiap awal Mei, perhatian dunia fesyen dan budaya pop global selalu tertuju pada satu ajang bergengsi: Met Gala. Namun, di balik kemewahan karpet merah dan parade busana haute couture yang mencuri perhatian, tersimpan makna dan misi yang jauh lebih dalam. Met Gala bukan sekadar pertunjukan gaya, melainkan cerminan dinamika sosial, identitas budaya, dan sejarah yang terus bergerak. Met Gala 2025 hadir dengan nuansa yang lebih kuat—mengusung tema “Superfine: Tailoring Black Style“, acara ini bukan hanya merayakan keindahan busana pria kulit hitam, tetapi juga menantang stereotip lama yang masih tertanam dalam industri mode arus utama.
Perhelatan ini sekaligus memperkuat posisi The Metropolitan Museum of Art sebagai ruang budaya yang inklusif dan progresif, yang tidak hanya menampung koleksi seni dunia, tetapi juga menjadi panggung narasi identitas dan representasi yang lebih beragam.
Ketika Sejarah dan Ketidaksetaraan Melahirkan Perlawanan Lewat Mode
Ketimpangan sosial dan representasi budaya yang timpang telah lama mewarnai sejarah masyarakat kulit hitam di Barat. Namun, dari situ pula lahir semangat perlawanan yang tidak hanya lewat aksi, tapi juga melalui gaya busana. Fenomena ini kini menjadi pusat sorotan dalam ajang mode paling ikonik dunia: Met Gala 2025.
Diselenggarakan di The Metropolitan Museum of Art (The Met), New York, acara tahun ini tidak hanya menjadi pameran keanggunan dan kemewahan mode, melainkan juga menyoroti bagaimana fashion dapat menjadi alat komunikasi sosial dan politik.
Baca juga: Mengenal Illegal Drilling: Penyebab, Dampak, dan Upaya Pemerintah Membasminya
Tema Met Gala 2025: Tailoring Black Identity
Dengan tema “Superfine: Tailoring Black Style”, Met Gala 2025 mengangkat warisan Black Dandyism — gaya berpakaian pria kulit hitam yang elegan dan penuh simbolisme. Ini bukan sekadar estetika, melainkan ekspresi perlawanan terhadap marginalisasi sosial dan stereotip rasial sejak abad ke-18.
Dress code resmi bertajuk Tailored for You mendorong para tamu untuk memadukan gaya pria klasik seperti jas dan rompi, dengan sentuhan khas budaya kulit hitam. Di balik tampilan yang mewah, terdapat narasi tentang perjuangan identitas dan upaya mendapatkan pengakuan di tengah dominasi budaya Barat.
The Met: Rumah Bagi Mode, Sejarah, dan Identitas Global
Sebagai tuan rumah Met Gala sejak 1948, The Metropolitan Museum of Art bukan hanya lokasi simbolis, melainkan institusi budaya yang telah lama menjadi saksi perjalanan sejarah seni dunia. Didirikan pada tahun 1870 dan kini menyimpan lebih dari dua juta karya seni dari seluruh penjuru dunia, The Met menjembatani masa lalu dan masa kini.
Dari artefak Mesir kuno hingga lukisan Édouard Manet, The Met menunjukkan bahwa ekspresi budaya hadir dalam beragam bentuk, termasuk lewat pakaian. Maka tidak mengherankan jika Costume Institute memilih The Met sebagai tempat untuk menyoroti perjalanan dan warisan busana komunitas kulit hitam.
Shah Rukh Khan: Representasi Asia Selatan dalam Sorotan Dunia
Tahun ini juga mencatat sejarah baru dengan kehadiran Shah Rukh Khan, aktor asal India, yang untuk pertama kalinya melangkah di karpet Met Gala. Mengenakan desain khas dari Sabyasachi Mukherjee, SRK menjadi simbol representasi Asia Selatan yang selama ini kurang mendapat tempat dalam narasi mode global.
Dalam wawancaranya, Shah Rukh Khan menyebut bahwa kehadirannya juga merupakan bentuk pembelaan terhadap stereotip yang kerap dilekatkan pada aktor Asia Selatan. Penampilannya menjadi titik temu antara tema besar acara dan perlawanan terhadap eksotisme yang dilekatkan oleh Barat terhadap budaya Timur.
Kolaborasi Seni, Budaya, dan Mode yang Menginspirasi Dunia
Met Gala bukan hanya soal mode, tapi juga soal makna. Tahun ini, para co-chairs seperti Lewis Hamilton, Pharrell Williams, ASAP Rocky, dan Colman Domingo memperkuat pesan acara tentang inklusivitas dan kekuatan ekspresi diri.
Pameran ini terinspirasi dari buku akademisi Monica L. Miller, Slaves to Fashion: Black Dandyism and the Styling of Black Diasporic Identity, yang mengulas bagaimana busana menjadi bagian dari narasi identitas diaspora kulit hitam.
Dengan hanya sekitar 450 undangan eksklusif setiap tahunnya, Met Gala tetap menjadi panggung bergengsi yang mampu membawa pesan budaya mendalam ke audiens global.
Mode Sebagai Narasi Perlawanan dan Identitas
Met Gala 2025 menjadi lebih dari sekadar acara mode. Ia menjadi panggung perlawanan kultural, representasi yang terabaikan, dan penghormatan terhadap sejarah yang panjang. Mode, dalam hal ini, bukan sekadar pakaian—tetapi pernyataan sikap, identitas, dan sejarah yang tak boleh dilupakan.